Ulat Kantong (Metisa
plana)
Ulat kantong termasuk dalam famili
Psychidae. Tujuh spesies yang pernah ditemukan pada tanaman kelapa sawit adalah
Metisa plana, Mahasena corbetti, Cremastopsyche pendula, Brachycyttarus
griseus, Manatha albipes, Amatissa sp. dan Cryptothelea cardiophaga (Norman
et al., 1995). Jenis ulat kantong yang paling merugikan di perkebunan
kelapa sawit adalah Metisa plana dan Mahasena corbetti.
Siklus Hidup dan
biologinya
Ciri khas ulat
kantong adalah hidupnya di dalam sebuah bangunan mirip kantong yang berasal
dari potongan-potongan daun, tangkai bunga tanaman inang, di sekitar daerah
serangan (Norman et al., 1995). Ciri khas yang lain yakni pada bagian
tubuh dewasa betina kebanyakan spesies ulat kantong mereduksi dan tidak mampu
untuk terbang. Jantan memiliki sayap dan akan mencari betina karena bau feromon
yang dikeluarkan betina untuk menarik serangga jantan.
Stadia ulat M.
plana terdiri atas 4-5 instar dan berlangsung sekitar 50 hari. Pada waktu
berkepompong, kantong kelihatan halus permukaan luarnya, berukuran panjang
sekitar 15 mm dan menggantung seperti kait di permukaan bawah daun. Stadia
kepompong berlangsung selama 25 hari.
Ngengat M.
plana betina dapat menghasilkan telur sebanyak 100-300 butir selama
hidupnya. Telur menetas dalam waktu 18 hari. Ulat berukuran lebih kecil
dibandingkan dengan M. corbetti yakni pada akhir perkembangannya
dapat mencapai panjang sekitar 12 mm, dengan panjang kantong 15-17 mm.
Ngengat M.
corbetti jantan bersayap normal dengan rentangan sayap sekitar 30 mm dan
berwarna coklat tua. Seekor ngengat M. corbetti betina mampu
menghasilkan telur antara 2.000-3.000 butir (Syed, 1978). Telur menetas dalam
waktu sekitar 16 hari. Ulat yang baru menetas sangat aktif dan
bergantungan dengan benang-benang liurnya, sehingga mudah menyebar dengan
bantuan angin, terbawa manusia atau binantang. Ulat sangat aktif makan sambil
membuat kantong dari potongan daun yang agak kasar atau kasar.
Selanjutnya ulat bergerak dan makan dengan hanya mengeluarkan kepala dan kaki
depannya dari dalam kantong. Ulat mula-mula berada pada permukaan atas daun,
tetapi setelah kantong semakin besar berpindah menggantung di bagian permukaan
bawah daun kelapa sawit. Pada akhir perkembangannya, ulat dapat mencapai
panjang 35 mm dengan panjang kantong sekitar 30-50 mm. Stadia ulat berlangsung
sekitar 80 hari. Ulat berkepompong di dalam kantong selama sekitar 30
hari, sehingga total siklus hidupnya adalah sekitar 126 hari.
Pengetahuan
tentang siklus hidup secara utuh sangat berguna di dalam managemen pengendalian
hama ini. Dengan informasi ini, rantai terlemah dari siklus hidupnya didapat
sehingga akan membantu dalam menentukan waktu tindakan pengendalian yang tepat.
Informasi siklus hidup juga akan memberikan pemahaman biologi yang lebih baik
untuk pengelolaan hama.
Kerusakan dan Pengaruhnya
Di Lapangan
Serangan ulat
kantong ditandai dengan kenampakan tanaman tajuk tanaman yang kering seperti
terbakar. Basri (1993) menunjukkan bahwa kehilangan daun dapat mencapai 46,6%.
Tanaman pada semua umur rentan terhadap serangan ulat kantong, tetapi lebih
cenderung berbahaya terjadi pada tanaman dengan umur lebih dari 8 tahun.
Keadaan ini mungkin ditimbulkan dari kemudahan penyebaran ulat kantong pada
tanaman yang lebih tua karena antar pelepah daun saling bersinggungan.
Pengendalian Biologi
Parasitoid
Parasitoid
memiliki potensi untuk mengendlikan hama secara biologi. Manipulasi lingkungan
yang tepat untuk mengendalikan hama ini karena tindakan ini akan memodifikasi
lingkungan untuk kelangsungan hidup dan perkembangan musuh alami.
Parasitoid
primer dan sekunder, serta predator mempengaruhi populasi M. plana. Diantara
parasitoid primer, Goryhus bunoh, hidup paling lama (47 hari) sedangkan
hiperparasitoid yang hidup paling lama adalah P. imbreus. Dolichogenidea
metesae merupakan parasitoid paling penting (Basri et al., 1995)
yang berkembang baik pada tanaman Cassia cobanensis, termasuk Asystasia
intrusa, Crotalaria usaramoensis, dan Euphorbia heterophylla.
Kecuali A. intrusa, keberadaan tanaman ini akan bermanfaat karena
memberikan nektar untuk parasitoid.
Bacillus thuringiensis
Penggunaan Bacillus
thuringiensis (Bt) sebagai insektisida biologi mempunyai banyak keuntungan;
toksisitasnya hanya pada serangga target, dan umumnya tidak membahayakan musuh
alami, manusia, ikan dan kehidupan lain. Meskipun telah ada percobaan oleh
beberapa kebun dalam menggunakan Bt untuk pengendalian ulat kantong, tetapi
hanya sedikit keberhasilannya.
Pengendalian Secara
Kimiawi
Ulat kantong
dapat dikendalikan dengan penyemprotan atau dengan injeksi batang menggunakan
insektisida. Untuk tanaman yang lebih muda (< umur 2 tahun), knapsack
sprayer dapat digunakan untuk penyemprotan. Untuk tanaman lebih dari 3
tahun, aplikasi insektisida dapat menggunakan fogging atau injeksi
batang. Monocrotophos dan methamidophos merupakan dua insektisida sistemik yang
direkomendasikan untuk injeksi batang (Hutauruk dan Sipayung, 1978). Karena
bahan bakunya adalah bahan kimia yang sangat berbahaya, ijin harus diperlukan
dari Komisi Pestisida untuk tujuan dan cara aplikasi dan saat ini sudah tidak
dikeluarkan lagi.
Peluang Pengendalian Ke
Depan
Keterbatasan
insektisida kimiawi dan lambatnya pengendalian biologi ulat kantong akan
menyulitkan pengendalian apabila terjadi eksplosi hama secara besar-besaran.
Penggunaan perangkap feromon menjadi salah satu solusi yang terbaik dalam
mengendalikan hama ini. Imago yang tertangkap merupakan ngengat jantan, dimana
hanya yang jantan yang mampu terbang sedangkan betina tetap berada di dalam
kantongnya. Feromon ini merupakan senyawa kimia yang diekstraksi dari ngengat
betina. Penggunaan feromon ini akan sangat efektif memutus siklus hidup hama.
Hanya saja, keberadaannya saat ini belum ditemukan.
Sumber : iopri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar