Ulat Api (Setora
nitens)
Ulat
api merupakan jenis ulat pemakan daun kelapa sawit yang paling sering
menimbulkan kerugian di perkebunan kelapa sawit. Jenis-jenis ulat api yang
paling banyak ditemukan adalah Setothosea asigna, Setora nitens, Darna
trima, Darna diducta dan Darna bradleyi. Jenis yang jarang
ditemukan adalah Thosea vestusa, Thosea bisura, Susica pallida dan
Birthamula chara (Norman dan Basri, 1992). Jenis ulat api yang paling
merusak di Indonesia akhir-akhir ini adalah S. asigna, S. nitens dan D.
trima.
Siklus Hidup
Siklus hidup
masing-masing spesies ulat api berbeda. S. asigna mempunyai siklus hidup
106-138 hari (Hartley, 1979). Telur berwarna kuning kehijauan, berbentuk oval,
sangat tipis dan transparan. Telur diletakkan berderet 3-4 baris sejajar dengan
permukaan daun sebelah bawah, biasanya pada pelepah daun ke 6-17. Satu tumpukan
telur berisi sekitar 44 butir dan seekor ngengat betina mampu menghasilkan
telur 300-400 butir. Telur menetes 4-8 hari setelah diletakkan. Ulat berwarna
hijau kekuningan dengan bercak-bercak yang khas di bagian punggungnya. Selain
itu di bagian punggung juga dijumpai duri-duri yang kokoh. Ulat instar terakhir
(instar ke-9) berukuran panjang 36 mm dan lebar 14,5 mm. Stadia ulat ini
berlangsung selama 49-50,3 hari. Ulat berkepompong pada permukaan tanah
yang relatif gembur di sekitar piringan atau pangkal batang kelapa sawit.
Kepompong diselubungi oleh kokon yang terbuat dari air liur ulat, berbentuk
bulat telur dan berwarna coklat gelap. Kokon jantan dan betina
masing-masing berukuran 16 x 13 mm dan 20 x 16,5 mm. Stadia kepompong berlangsung
selama ± 39,7 hari.
Serangga dewasa (ngengat) jantan dan betina masing-masing lebar rentangan
sayapnya 41 mm dan 51 mm. Sayap depan berwarna coklat tua dengan garis
transparan dan bintik-bintik gelap, sedangkan sayap belakang berwarna coklat
muda.
Setora nitens memiliki siklus
hidup yang lebih pendek dari S. asigna yaitu 42 hari (Hartley,
1979). Telur hampir sama dengan telur S. asigna hanya saja
peletakan telur antara satu sama lain tidak saling tindih. Telur menetas
setelah 4-7 hari. Ulat mula-mula berwarna hijau kekuningan kemudian hijau dan
biasanya berubah menjadi kemerahan menjelang masa kepompong. Ulat ini dicirikan
dengan adanya satu garis membujur di tengah punggung yang berwarna biru
keunguan. Stadia ulat dan kepompong masing-masing berlangsung sekitar 50 hari
dan 17-27 hari. Ngengat mempunyai lebar rentangan sayap sekitar 35 mm. Sayap
depan berwarna coklat dengan garis-garis yang berwarna lebih gelap.
Ulat api Darna
trima mempunyai siklus hidup sekitar 60 hari (Hartley, 1979). Telur bulat
kecil, berukuran sekitar 1,4 mm, berwarna kuning kehijauan dan diletakkan
secara individual di permukaan bawah helaian daun kelapa sawit. Seekor ngengat
dapat meletakkan telur sebanyak 90-300 butir. Telur menetas dalam waktu 3-4
hari. Ulat yang baru menetas berwarna putih kekuningan kemudian menjadi coklat
muda dengan bercak-bercak jingga, dan pada akhir perkembangannya bagian
punggung ulat berwarna coklat tua. Stadia ulat berlangsung selama 26-33 hari.
Menjelang berkepompong ulat membentuk kokon dari air liurnya dan berkepompong
di dalam kokon tersebut. Kokon berwarna coklat tua, berbentuk oval, berukuran
sekitar panjang 5 mm dan lebar 3 mm. Lama stadia kepompong sekitar 10-14 hari.
Ngengat berwarna coklat gelap dengan lebar rentangan sayap sekitar 18 mm.
Sayap depan berwarna coklat gelap, dengan sebuah bintik kuning dan empat garis
hitam. Sayap belakang berwarna abu-abu tua.
Biologi dan Ekologi
Ulat yang baru
menetas hidup berkelompok, mengikis daging daun dari permukaan bawah dan
meninggalkan epidermis bagian atas permukaan daun. Pada instar 2-3 ulat memakan
daun mulai dari ujung ke arah bagian pangkal daun. Untuk S. asigna, selama
perkembangannya, ulat berganti kulit 7-8 kali dan mampu menghabiskan helaian
daun seluas 400 cm². Perilaku S.
nitens sama dengan S. asigna. Untuk D. trima, ulat mengikis
daging daun dari permukaan bawah dan menyisakan epidermis daun bagian atas,
sehingga akhirnya daun yang terserang berat akan mati kering seperti bekas
terbakar. Ulat menyukai daun kelapa sawit tua, tetapi apabila daun-daun tua
sudah habis ulat juga memakan daun-daun muda. Ngengat aktif pada senja dan
malam hari, sedangkan pada siang hari hinggap di pelepah-pelepah daun tua
dengan posisi terbalik (kepala di bawah). Pada D. trima, di waktu siang
hari, ngengat suka hinggap di daun-daun yang sudah kering dengan posisi kepala
di bawah dan sepintas seperti ulat kantong.
Perbedaan
perilaku yang tampak antara ketiga jenis ulat api yang paling merugikan
tersebut juga berbeda. S. nitens dan S. asigna berpupa pada
permukaan tanah tetapi D. trima hanya di ketiak daun atau pelepah daun.
Pengetahuan mengenai biologi dan perilaku sangat penting ketika akan menerapkan
tindakan pengendalian hama sehingga efektif. Kokon dapat dijumpai menempel pada
helaian daun, di ketiak pelepah daun atau di permukaan tanah sekitar pangkal
batang dan piringan.
Kerusakan dan Pengaruhnya
di Lapangan
Eksplosi hama
ulat api telah dilaporkan pertama pada tahun 1976. Di Malaysia, antara
tahun 1981 dan 1990, terdapat 49 kali eksplosi hama ulat api, sehingga
rata-rata 5 kali setahun (Norman dan Basri, 1992). Semua stadia tanaman rentan
terhadap serangan ulat api seperti halnya ulat kantong.
Pengendalian
Pengendalian Kimiawi
Dahulu, ulat
api dapat dikendalikan menggunakan berbagai macam insekisida dengan efektif.
Insektisida tersebut adalah monocrotophos, dicrotophos, phosmamidon, leptophos,
quinalphos, endosulphan, aminocarb dan achepate (Prathapan dan Badsun, 1979).
Insektisida sistemik dapat digunakan untuk injeksi batang, dan yang lain dapat
disemprotkan. Namun sekarang, insektisida ini jarang digunakan karena
keefektifannya diragukan. Kemungkinan, hal ini disebabkan bahwa populasi yang
berkembang telah toleran terhadap bahan kimia tersebut atau bahan kimia telah
tidak mampu menyebar di dalam jaringan daun. Insektisida yang paling banyak
digunakan pada perkebunan kelapa sawit untuk ulat api saat ini adalah
deltametrin, profenofos dan lamda sihalothrin.
Pengendalian Hayati
Beberapa agens
antagonis telah banyak digunakan untuk mengendalikan ulat api. Agens antagonis
tersebut adalah Bacillus thuringiensis, Cordyceps militaris dan virus Multi-Nucleo
Polyhydro Virus (MNPV). Wood et al. (1977) menemukan bahwa B.
thuringiensis efektif melawan S. nitens, D. trima dan S. asigna dengan
tingkat kematian 90% dalam 7 hari. Cordyceps militaris telah ditemukan
efektif memparasit pupa ulat api jenis S. asigna dan S. nitens. Virus
MNPV digunakan untuk mengendalikan larva ulat api.
Selain mikrobia
antagonis tersebut di atas, populasi ulat api dapat stabil secara alami di
lapangan oleh adanya musuh alami predator dan parasitoid. Predator ulat api
yang sering ditemukan adalah Eochantecona furcellata dan Sycanus
leucomesus. Sedangkan parasitoid ulat api adalah Trichogrammatoidea
thoseae, Brachimeria lasus, Spinaria spinator, Apanteles aluella, Chlorocryptus
purpuratus, Fornicia ceylonica, Systropus roepkei, Dolichogenidae metesae, dan
Chaetexorista javana. Parasitoid dapat diperbanyak dan dikonservasi di
perkebunan kelapa sawit dengan menyediakan makanan bagi imago parasitoid
tersebut seperti Turnera subulata, Turnera ulmifolia, Euphorbia
heterophylla, Cassia tora, Boreria lata dan Elephantopus tomentosus. Oleh
karena itu, tanaman-tanaman tersebut hendaknya tetap ditanam dan jangan
dimusnahkan. Tiong (1977) juga melaporkan bahwa adanya penutup tanah dapat
mengurangi populasi ulat api karena populasi musuh alami akan meningkat.
Sumber : iopri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar